Paradox of Choice
Kita hidup di zaman di mana semua hal serba banyak pilihan. Dari kopi, film, sampai karier — semua tersedia dalam berbagai versi. Tapi fenomena ini dikenal sebagai paradox of choice, di mana terlalu banyak pilihan justru bikin kita stres dan sulit bahagia.
Pernah nggak sih, ler — kamu buka aplikasi makanan online, terus malah habis 15 menit cuma buat milih mau makan apa?
Atau scroll Netflix setengah jam tapi nggak nonton apa pun karena kebanyakan pilihan?
Nah, itu contoh nyata dari paradox of choice — ketika terlalu banyak pilihan justru bikin kita nggak bahagia.
Apa Itu Paradox of Choice?
Istilah paradox of choice pertama kali dipopulerkan oleh psikolog Barry Schwartz dalam bukunya The Paradox of Choice: Why More Is Less.
Intinya: semakin banyak pilihan yang kita punya, semakin sulit kita merasa puas dengan keputusan yang kita ambil.
Menurut BBC Worklife, banyaknya pilihan memang memberi kebebasan, tapi juga memicu kecemasan, rasa bersalah, dan penyesalan setelah memilih.
Kenapa Terlalu Banyak Pilihan Bikin Kita Nggak Bahagia?
😩 1. Kebingungan Saat Harus Memutuskan
Semakin banyak opsi, semakin besar beban otak untuk memproses semuanya.
Alih-alih cepat memilih, kita malah stuck — takut salah atau menyesal di kemudian hari.
🧠 2. Decision Fatigue (Kelelahan dalam Memilih)
Setiap keputusan, sekecil apa pun, menguras energi mental.
Kalau tiap hari kamu harus milih outfit, makanan, konten, hingga investasi, otakmu lama-lama lelah dan sulit fokus ke hal penting.
Menurut Psychology Today, decision fatigue bisa menurunkan kemampuan mengambil keputusan rasional karena otak butuh istirahat dari pilihan yang terus-menerus.
💭 3. Rasa Takut Menyesal (Regret After Choice)
Setelah memilih, kamu malah mikir, “Kayaknya pilihan lain lebih bagus deh…”
Efeknya, kamu jadi sulit menikmati hasil keputusanmu sendiri.
📉 4. Selalu Ngerasa Pilihan Orang Lain Lebih Baik
Media sosial bikin semuanya kelihatan lebih keren. Akhirnya kamu membandingkan pilihan hidupmu dengan orang lain — pekerjaan, pasangan, gaya hidup — dan kehilangan rasa syukur.
Menurut Wired, generasi digital punya tingkat stres lebih tinggi karena terlalu sering dihadapkan pada banyak pilihan tanpa batas.
Contoh Paradox of Choice di Kehidupan Sehari-hari
🍔 Pilih makanan: buka aplikasi delivery, bingung mau pilih yang mana.
🧥 Pilih baju: lemari penuh tapi selalu bilang “nggak punya pakaian.”
📱 Pilih konten: habis waktu di TikTok cuma buat scroll, bukan nonton sesuatu sampai selesai.
💼 Pilih karier: takut salah pilih jalur kerja karena banyak banget opsi di luar sana.
Bagaimana Cara Mengatasi Paradox of Choice?
🧘 1. Kurangi Jumlah Pilihan yang Kamu Buat
Buat daftar kecil opsi utama. Misal, daripada scroll makanan tanpa arah, batasi pilihan ke 3 kategori: nasi, mie, atau salad.
🎯 2. Gunakan Prinsip “Good Enough” (Cukup Baik)
Nggak semua keputusan harus sempurna.
Daripada cari yang “terbaik,” pilih yang cukup baik dan sesuai kebutuhanmu sekarang.
Menurut Kompas Lifestyle, orang yang menerapkan prinsip good enough cenderung lebih tenang dan cepat mengambil keputusan karena fokus pada fungsi, bukan kesempurnaan.
📅 3. Buat Kebiasaan Otomatis
Hal-hal kecil seperti outfit harian, menu makan, atau rutinitas pagi bisa dibuat otomatis biar otakmu nggak capek milih setiap hari.
Lihat aja Steve Jobs atau Mark Zuckerberg — gaya berpakaian mereka simpel, tapi efisien.
💬 4. Latih Diri untuk Puas dengan Keputusan Sendiri
Begitu udah milih, berhenti mikir opsi lain.
Fokus pada manfaat dari pilihanmu dan belajar mensyukuri prosesnya.
🌿 5. Kurangi Paparan Sosial Media
Makin sedikit kamu terpapar kehidupan orang lain, makin mudah kamu merasa cukup dengan hidupmu sendiri.
Kesimpulan
Punya banyak pilihan memang terasa menyenangkan, tapi kalau berlebihan, justru bisa bikin hidup lebih berat.
Paradox of choice ngajarin kita bahwa kebahagiaan bukan datang dari jumlah pilihan, tapi dari kemampuan kita untuk fokus dan menerima apa yang udah kita pilih.
Jadi, kalau besok kamu lagi bingung mau makan apa, pakai baju apa, atau ambil keputusan besar, ingat aja:
“Lebih sedikit pilihan, lebih sedikit stres.” 🌿
